Rabu, 10 Februari 2010

RADHAAH

A. Ayat-ayat Radha'ah




Artinya : "Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri". (Q.S Al Ahqoof:15)

Asbabun Nuzul
Pada ayat ini (Al Baqarah :233) menjelaskan tentang hukum radha'ah, yang mana mempunyai hubungan sangat erat dengan ayat sebelumnya, karena ayat sebelumnya menjelaskan tentang nikah, thalaq serta hal lain yang berkaitan dengan hukum keluarga (pernikahan). Sebagai akibat dari perilaku thalaq, maka tidak sedikit seorang istri merasa sakit hati dan ingin melampiaskan dendam. Pelampiasan ini mereka lakukan dengan cara bersikap acuh kepada anak mereka yang masih kecil bahkan sampai tidak mau untuk memberikan Air Susu Ibu yang sangat dibutuhkan oleh anak bayinya.
Oleh sebab itulah ayat ini diturunkan sebagai perempuan-perempuan yang ditalak untuk tetap memberikan perhatian dan kasih sayang dengan sepenuh hati dan kerelaan kepada anaknya.

B. Munasabah surat Al Baqoroh ayat 233
Pada ayat sebelumnya Allah menjelaskan tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan nikah, talak, iddah, rujuk, dan hal-hal yang menghalangi pernikahan. Pada ayat ini dijelaskan hukum Radha’ah (penyusuan) sebagai konsekwensi talak yang terkadang terjadi perpisahan jauh antara suami istri, dan perempuan yang ditalak tersebut mempunyai anak kecil yang sedang menyusu.
Para perempuan terkadang mengabaikan anak kecil bahkan melarangnya menyusu sebagai pelampiasan dendam kepada mantan suaminya. Perbuatan thalaq yang telah dilakukan tersebut tidak bisa menghapuskan hubungan nasab antara seorang ibu dengan seorang anak. Sehingga kewajiban seorang ibu pada anaknya yang masih dalam masa penyusuan adalah tanggungjawab yang tidak bisa dipungkiri (ditinggalkan). Karena kasih sayang seorang ibu merupakan point penting yang sangat berpengaruh terhadap perilaku anak nantinya.

C. Analisis Bahasa
Kata والواادات يرضعن dilihat dari segi ilmu ma’ani, merupakan kalimat khobariah tetapi yang dimaksud disini adalah amar yaitu memerintah kepada semua ibu-ibu untuk menyusui anaknya. Kalimat ini termasuk dalam خبرية لفظا انشابة مهن
Kata كاملين merupakan توكيد dari lafadz حولين , dalam hal ini mempunyai faedah قطع المجاز dari kesamaran mengenai waktu dua tahun yang telah ditentukan.
Kata §‘!$ŸÒè?w , lam alif yang ada pada kata ini, para ulama berbeda pendapat. Ibnu Katsir dan Abu Umar dalam tafsirnya berpendapat bahwa lam disini adalam lam nafi, oleh sebab itu lafadz §‘!$ŸÒè?w dibaca rofa' menjadi رُّ!$ŸÒè?w sedangkan ulama'-ulama' lain huruf raa dibaca fathah karena lam-nya bermakna nahi.
Lafadz المولود pada ayat tersebut menunjukkan lafadz yang ma’rifat dengan ditandai “ال”. Menurut kami bahwa hal ini menunjukkan bahwa makna lafadz tersebut telah jelas dan khusus menunjukkan pada seorang ayah atau mantan seorang suami yang baru menceraikan istrinya, karena bisa kita pahami dengan mengembalikan pada makna lafadz الوالدات yang menunjukkan arti istri-istri yang ditalaq oleh suaminya.
Sedangkan lafadz مولود merupakan lafadz nakirah dengan tidak adanya tanda ma’rifat pada lafadz tersebut. Lafadz ini nakirah dikarenakan sebagai ma’thuf alaih dari lafadz ولدة , sehingga tidak bisa dima’rifatkan, dalam i’rabnya hukum ma’thuf alaih harus mengikuti pada ma’thufnya. Oleh karena itu, makna lafadz مولود ini lebih umum dari lafadz المولد yaitu seluruh ayah/suami baik yang baru menceraikan istrinya maupun masih dalam ikatan perkawinan.

D. Pembahasan
Didalam ayat tersebut terdapat kata الواادات yang mempunyai beberapa pengertian diantaranya :
1. Meliputi seluruh perempuan baik itu masih dalam ikatan perkawinan ataupun istri-istri yang ditalak. Ini didasarkan karena tidak ada dalil takhsis dalam ayat tersebut.
2. الواادات disini mempunyai arti istri-istri yang ditalak, didasarkan karena ayat ini diceritakan setelah ayat thalak dan merupakan penyempurnaan dari ayat sebelumnya yaitu thalak dalam segi dhahirnya.
3. khusus bagi istri-istri yang masih dalam ikatan perkawinan. Karena permepuan yang telah dithalak tidak berhak terhadap pakaian tetapi hanya berhak atas imbalan menyusuinya.

Dari berbagai pendapat diatas penulis dalam hal ini sependapat dengan pengertian yang kedua, bahwa yang dimaksud dengan الواادات adalah istri-istri yang ditalak, didasarkan karena ayat ini diceritakan setelah ayat thalak dan merupakan penyempurnaan dari ayat sebelumnya yaitu thalak dalam segi dhahirnya
Didalam waktu menyusui seorang anak Allah SWT memberikan batasan kesempurnaan atau waktu ideal bagi seorang bayi untuk menikmati air susu ibunya dalam jangka waktu dua tahun. Dalam waktu dua tahun ini Allah SWT memberikan taukid dengan lafadz كاملين , ini bertujuan untuk menghilangkan prasangka majaz yang berarti dua tahun ini merupakan waktu yang sempurna.
Pada ayat lain Q.S Al Ahqof : 15 yaitu وحمله وفصله ثلاثون شهرا (mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, … ) Allah menjelaskan bahwa waktu bagi seorang perempuan untuk mengandung dan menyusui adalah tiga puluh bulan. Sedangkan pada Q.S Al Baqarah : 233 dijelaskan bahwa untuk menyusui adalah dua tahun. Oleh sebab itu, dapat diketahui bahwa waktu paling sedikit untuk mengandung bagi seorang perempuan adalah enam bulan.
Disamping itu pula dalam surat Al-bakarah ini dijelaskan mengenai lamanya seorang ibu menyusui anaknya, dimana pada khakekatnya kewajiban menyusui anak itu dibebankan pada seorang ayah seperti kewaajibannya memberikan nafakah.
Oleh karena itu seorang istri boleh saja meminta imbalan terhadap suaminya atas kerja mennyusui anaknya. Hal ini sesuai dengan Q.S At-thalaq ayat 6 :

Artinya : ... kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, ... (Q.S Ath Thalaaq : 6)

Pada tataran adat kebiasaan seorang perempuan dengan rela menyusui anaknya tanpa diberi imbalan oleh suaminya walaupun si perempuan itu menyusui anaknya sedang dia ber-setatus mantan istri.
Pada waktu menyusui ini apabila seorang suami menceraikan istrinya, menurut إمام الضحاك. Dalam tafsir Ibnu Katsir mengatakan bahwa ia mempunyai kewajiban yaitu wajib memberikan nafakah, pakaian sesuai dengan kemampuannya.
Batasan waktu menyusui ini bukanlah suatu yang mutlak harus dilaksanakan, bisa saja si istri menyusui anaknya dalam waktu yang kurang dari dua tahun atau bahkan lebih dari dua tahun asalkan keputusan ini didasarkan pada kesepakatan/musyawarah antara suami dan istri. Di lain pihak suami boleh saja tidak memberikan anak untuk di susui oleh istrinya malah di berikan pada orang lain. Hal ini di bolehkan oleh agama asalkan tidak dalam hal menyakiti istrinya.
Pada akhir ayat Allah SWT memberikan peringatan dengan kalamNya

"bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan"(Q.S Al Baqarah:233)
Pada ayat ini mengindikasikan bahwa permasalahan istri dan pegurusan soorang anak adalah hal yang penting dan rumit sehingga membutuhkan kesungguhan dan persiapan yang matang.
E. Masalah Kontemporer yang berkaitan dengan radhaah
Setiap ibu menginginkan anaknya tumbun subur dan sehat. Jika air susu wanita merupakan unsur pokok yanhg dapat mewujudkan kesehatan anak tersebut maka sangat wajar para ibu memberikam air susunya pada anaknya. Namun dijaman modern, banyak ibu-ibu sibuk dengan pekerjaannya, maka pada kondisi seperti ini muncullah ibu-ibu yang menawarkan diri untuk menyusui bahkan muncul yayasan atau lembaga penyusuan bayi, bahkan jug tidak mustahil mincul bank ASI, ASI kaleng yang diprodulsi secara mekanik.
1. Lembaga atau yayasan penyusuan bayi
Pada saat sekarang ini lembaga atau ayayasan penyusuan memang tidak kelihatan, tetapi yayasan penitipan anak sudah terebar keberbagai pelosok juga propesi baby sister juga sudah ramai dimana-mana.
Apabila yayasan memberikan anak asuhnya dengan susu yang dibeli dipasaran tidak lah menjadi persoalan karena susu tersebut diambil dari hewan dan tiaklah menjadi bagian dari radha’ah karena yang masuk dalam bahasan ini apabial susu tersebut adalah susu manusia, namun yang jadi persoalan apabila yayasan tersebut juga menyediakan ibu-ibu sebagai pekerja penyusuan anak asuh pada yayasan itu.
Karena air susu itu terbatas maka ada kemungkinan satu anak disusui oleh beberapa ibu atau bahkan si ibu tersebut bekerja lebih dari satu yayasan dengan demikian anak-anak yang memilki saudara sesusu pun sangat banyak pula.
Apabila hal itu terjadi maka ketetntuan syari’at tetap berlaku apabila syarat-syarat radhaah terpenuhi, karena itu jika praktek semacam ini dilaksanakan maka pengurus yayasan harus berhati-hati, pencatatan ibu yang menyusui juga anak-anak yang menyusu juga harus terkodinir dengan baik agar perkawinan saudara sesusu yang dilarang ole syari’at tidak trjadi.
2. Bank ASI
Pada zaman sekarang ini sudah ada bank mata, bank ginjal, dan lain-lain, maka tidak menutup kemungkinan muncul bank ASI karena semakin meningkatnya kebutuhan ASI. Jika bank ini ada maka akan timbul permasalahan-permasalahan diantaranya :
a. Air susu itu akan bercampur dengan air susu lainnya.
Dalam satu gelas susu dimungkinkan bersal dari beberapa ibu, maka apabila hal itu terjadi akan sulit bagi anak yang minum susu tersebut menentukan ibu yang mempunyai susu tersebut. Karena itu apabila bank susu didirikan maka pengurus harus berhati-hati dan mencatat dengan jelas asal susu tersebut
Apabila seorang anak meminum susu tersebut maka otomatis anak tersebut menjadi anak sesusu dari beberapa ibu, ketentuan ini berlaku bagi yang berpendapat susu bisa saj di masukan melalui kerongkongan tanpa melalui puting, pamdapat ini dipegang oleh Imam Malik. Tetapi apabila mengikuti pendapat Atha dan Daud yang berpendapat bahwa penyusuan melalui bank asi tanpa al sadyu tidaklah masalah karena menurut mereka panyusuan tanpa al sadyu tidaklah menjadi sebab pengharaman nikah.
b. Pencampuran air susu dengan yang lainnya seperti air atau sejenisnya. Kemungkinan ini besar apabila persediaan terbatas sementara permintaan banyak Dalam masalah ini ulama berbeda pendapat. Ibnu al Qasim, Abu Hanifah dan pengikutnya berpendapat bahwa air susu yang dicampur dengan air atau sebagainya tidaklah menjadi sebab diharamkannya nikah. Tetapi Imam Syafi’i Ibnu Habib, Ibnu Muthaarif dan malikiyah berpandapat tetp menjadi pengharaman nikah

3. ASI Kaleng
Dengan teknologi yang semaki canggih maka tidak mustahil terjadi pengalengan susu, Apabila kebutuhan ASI bertambah sementar pemberian susu hewan berkurang maka wajar apabila terjadi pengalengan susu sebagi usaha baru baik berbentuk susu bubuk ,kentak atau lain sejenisnya . Maka apabial hal ini terjadi amak akan muncul permasalahan-permasalahan :
a. Jual beli ASI
Pengalengan susu merupaka suatu bisnis, mka penjualan ASI pun tidak akan terhindarkan, namun dalam hal boleh atau tidaknya jual beli susu manusia terdapat perbedaan pendapat. Imam Syafi’i dan Imam malik membolehkannya dengan alasan air susu itu merupakan benda sehingga disamakan dengan susu hewan sedangkan Abu Hanifah melarangnya dengan alasan bahwa air susu itu disamakan dengan dagingnya dan daging maanusia tidak boleh diperjual belikan
b. Pencampuran ASI dengan yang lainnya
Untuk memperbanyak pengalengan susu maka biasanya susu dicampur dengamn benda lain eperti ais, gula zat kimia atau yang lainnya. Dalam hal pencampuran susu dengan benda lainnya menyebabkan pengharaman nikah atau tidaknya sudah dibahas apad bank susu drman ada yang mengharamkan ada pula yang ridak . Hal ini disebabkan perbedan mereka memandang eksistensi air susu, apakah dengan bercampur itu unsud keharamannya masih ada atau tidak sebagimana hukum air suci yang bercampur dengan najis apakah tetap suci atau tidak.
c. Penyuntikan ASI
Apabila infus dipakai sebagio alteranrif oleh para dokter dalam memasukan zat dan sari makanan tan melaui jalan biasa, maka tidak mustahil pada perkembangan nanti akan terjadi pemasukan ASI kedalam rubuh melalui suntikan atau infus.
Ulama berbeda pendapt tentang air susu yang dimasukan tanpa melalui kerongkongan ini, ada yang menjadi pengharamkan nikah ada pula yang tidak mengaharamkan
Perbedaan ini terjadi karena keragu-raguan apakah air susu itu masuk melalui organ tubuh tertentu atau tdak, ebenarnya dizaman modern ini keraguan seperti itu sudah dihilangkan dalam arti air susu yang dimasukan lewat suntikan bisa asaj dilakukan tanpa mengurangi fungsi ait susu itu untuk menjadi makanan bayi, kebutuhan ASI semacam ini akan sangat dirasakan pada saat bayi sakit keras dan tidak mungkin minum air susu melalui mulut.


Referensi :

الشيخ محمد علي الصابونى . التفسير ايات الاحكام. جاكرتا: دار الكتب الإسلامية. 2001. ص:130
إبن القاسم محمد بن أحمد بن جرب الكبرى , التسهيل لعلوم التنزيل جوز1. بيروت : دار الكتب العلمية. دون السنة. ص:113
حسينى بن ابي الغرة الهمدني. إعراب القران المجيد جوز1. tt. دار الصدقة. ص:470
فحرالدين محمد بن عمر بن حسينى بن حسن. تفسير الكبير جوز 7. توفقية. ص:106
أبي بكر محمد بن عبدلله المعروف. أحكام القران جوز1 , بيروت لبانون: دار الكتاب العلمية. ص:273
قاهر الدين أبي سعيد عبد الله. تفسير بيضاوى جوز1. بيروت لبانون: دار الكتاب العلمية. ص:125
إبن كثير الدمشقى. تفسير القران العظيم جوز1. بيروت لبانون: دار الكتاب العلمية. ص:261
Ibnu Rusd Bidayah Mujtahid juz ii Dar Fiqr Bairut t.th hal 96

Tidak ada komentar:

Posting Komentar